Minggu, 03 Februari 2013

PROPOSAL SKRIPSI AKU





BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Sastra adalah suatu karangan yang indah dan baik isinya, tanpa bahasa sastra tidak mungkin ada. Keindahan sastra terletak dalam ungkapan bahasa yang menyenangkan. Sastra adalah ungkapan pribadi yang membangkitkan pesona dengan bahasa sebagai medianya.

Menurut Vincil C. Coulter sastra adalah suatu mode universal, karakteristik manusia dalam segala masa dan tahap perkembangan. (Tarigan;1984:189). Kata sastra atau kesustraan dapat ditemui dalam sejumlah pemakaian yang berbeda-beda. Hal ini menggambarkan bahwa sastra itu kenyataannya bukanlah nama dari sesuatu yang sederhana, tetapi ia merupakan satu istilah payung yang meliputi sejumlah kegiatan yang berbeda-beda, ia bisa dihubungkan dengan suatu kegiatan penyimakan atau pembacaan naskah, pamphlet, majalah atau buku. Dalam bidang pendidikan, kita tentu mengingat sastra sebagai salah satu bidang studi yang berbeda dengan biologi, sejarah, atau olahraga. Tetapi satu hal yang jelas yang tidak boleh kita lupakan adalah bahwa sastra itu secara fundamental adalah sesuatu dimana kita terlibat sukarela atau spontan, tidak soal apakah kita sebagai produsen atau konsumen, karena ia bagian dari kehidupan manusai, berbicara dan memperjuangkan kepentingan hidup manusia. Jadi sastra itu adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam segi kehidupannya maka ia tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan ide, teori, atau system berpikir, tetapi juga merupakan media untuk menampung ide, teori, atau system berpikir manusia. Kesusastraan adalah pengucapan atau tulisan yang tergolong kedalam jenis yang kreatif-imajinatif dan berlainan dengan tulisan-tulisan dalam surat kabar yang informative-persuasif. Kelebihan sastra sebagai karya kreatif terletak pada unsure-unsur bahasa serta interaksi antara unsure-unsur tersebut dengan dunia nyata yang berada di luar dirinya.  Bahasa yang dipakai dalam kesusastraan bukan saja berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi lebih dari itu ia memberi makna yang lebih luas terhadap komunikasi dan hubungan antar manusia.

Sastra sebagaimana halnya dengan karya seni yang lain, hampir setiap zaman memegang peranan yang amat penting, karena ia hampir selalu mengekspresikan nilai-nilai kemanusiaan, dan bukannya formulasi mengenai nilai-nilai kemanusiaan seperti yang terdapat di dalam filsafat atau agama. Karena sifatnya tidak normativ, sastra lebih mudah berkomunikasi dan karena tidak normativ, nilai-nilai yang disampaikannya dapat lebih fleksibel, baik isi maupun cara penyampaiannya.

Itulah kelebihan sastra dari karya-karya sastra seni yang lain, dan karena itu pula tanggungjawab sastra seharusnya lebih besar pula. Suatu tugas atau misi lain dari sastra adalah menjadikan dirinya sebagai suatu tempat di mana nilai kemanusiaan mendapat tempat yang sewajarnya, dipertahankan, dan disebarluaskan, terutama di tengah-tengah kehidupan modern yang ditandai dengan menggebu-gebunya kemajuan sains dan teknologi. Peranan yang lain adalah untuk meneruskan tradisi suatu bangsa kepada masyarakat sezamannya dan kepada masyarakat yang akan datang, antara lain berupa cara berpikir, kepercayaan, kebiasaan, pengalaman sejarah, rasa keindahan, bahasa serta bentuk-bentuk kebudayaannya.   

Berdasarkan hal di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian nilai intrinsik dan ekstrinsik pada novel “Padang Bulan” karya Andera Hirata  kaitannya dengan pembelajaran sastra di SMA, karena di dalam novel tersebut terdapat kekuatan-kekuatan besar yang terkandung dalam diri manusia sehingga kekuatan tersebut menjadikan diri seseorang  tidak pantang untuk menyerah dalam menggapai cita-citanya meskipun ia harus menerima kenyataan yang pahit secara bertubi-tubi.

1.2  Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah yang perlu diteliti sebagai berikut :
1.      Latar belakang yang mendasari terciptanya novel padang bulan karya Andrea Hirata
2.      Unsur intrinsik dan ekstrinsik yang terdapat dalam novel padang bulan karya Andrea Hirata dan kaitannya dengan pembelajaran sastra di SMA.
3.      Manfaat novel padang bulan karya Andrea Hirata dapat dijadikan bahan ajar di sekolah guna untuk memupuk minat siswa.
4.      Kemampuan menganalisis unsure intrinsik dan ekstrinsik novel padang bulan karya Andrea Hirata.
4.3    Pembatasan Masalah
Untuk memperoleh tingkat kecermatan yang diharapkan maka penelitian ini dibatasi pada poin ke dua dalam identifikasi masalah yaitu: unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Padang Bulan karya Andrea Hirata kaitannya dengan pembelajaran sastra di SMA.

4.4    Perumusan Masalah
Dari identifikasi dan pembatasanmasalah di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimanakah unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Padang Bulankarya Andrea Hirata dan kaitannya dengan pembelajaran sastra di SMA.

4.5    Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
4.5.1   Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai intrinsik dan ekstrinsik novel Padang Bulan karya Andrea Hirata kaitannya dengan pembelajaran sastra di SMA.

4.5.2   Kegunaan Penelitian
1.      Memberikan alternatif  bahan penunjang pembelajaran sastra (novel) di SMA.
2.      Bahan tambahan bagi guru bahasa dan sastra Indonesia yang akan mengajarkan nilai intrinsik dan ekstrinsik novel Padang Bulan terhadap siswanya.
3.      Bahan informasi bagi peminat sastra terutama siswa SMA yang ingin mengetahui dan mengapresiasi novel Padang Bulan karya Andrea Hirata.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:
1)      Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat analisis.
2)      Unsur-unsur pada novel yang meliputi tema, alur, latar/setting, penokohan dan perwatakan, gaya bahasa.


  

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Analisis Sastra dan Apresiasi Sastra
Karya sastra sebagai salah satu karya budaya merupakan tanggapan (respon) sastrawan terhadap lingkungannya. Kemudian sastrawan mewujudkan secara estetis dalam bentuk tulisan yang memiliki nilai keindahan. Oleh karena itu, kelahiran karya sastra selalu memiliki nilai guna bagi masyarakat.

Kandungan nilai dalam suatu karya sastra merupakan unsure yang esensial dari karya itu secara keseluruhan. Analisis yang mendalam terhadap suatu karya sastra, bukan saja akan member pengertian tentang latar budaya pengarangnya melainkan juga mengungkapkan ide-ide dan gagasan sastrawannya dalam menanggapi situasi yang ada disekelilingnya.

Kegiatan analisis dan apresiasi sastra pun menjadi bagian tidak terpisah dari pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah. Diungkapkan oleh Wiyatmi (2008:18) “analisis sastra adalah proses atau perbuatan mengkaji, menyelidiki dan menelaah objek matrial yang bernama sastra.” Berdasarkan pendapat tersebut, penulsi mengemukakan bahwa dalam kegiatan analisis sebuah karya sastra dilakukan melalui kegiatan mempelajari lebih mendalam mengenai karya satra dengan melakukan penyelidikan yang kemudian menguji atau menelaah baik buruknya karya sastra tersebut.

“Analisis sastra juga diartikan sebagai upaya untuk menguraikan karya satra atas unsure-unsurnya, untuk memahami pertalian antar unsure-unsur tersebut dalam sastra.” (Sudjiman, 1990:6).

Berdasarkan pendapat di atas penulis beranggapan bahwa kegiatan menguraikan asalah sebuah kegiatan menjabarkan, memaparkan, melepaskan hubungan bagian-bagian dengan memberikan penjelasan secara terperinci. Unsur-unsur dapat diartikan sebagai bagian yang paling kecil dari sesuatu yang lebih besar dimana satu sama lainnya saling berkesinambungan. Dalam karya sastra, unsur-unsurnya terbagi atas unsur intrinsik dan unsure ekstrinsik. Unsur intrinsic adalah unsure yang membangun di dalam suatu karya sastra yaitu meliputi, tema, amanat, alur atau plot, penkohan dan perwatakan, latar atau setting, dialog, bahasa. Sedangkan unsur ekstrinsik yaitu unsur-unsur yang berada di luar karya sastra akan tetapi secara tidak langsung membangun pondasi sebuah karya sastra yaitu meliputi nilai pendidikan, social, moral, agama, etika. Sedangkan pertalian dapat diartikan segala sesuatu yang saling bersangkut pautan, dan berhubungan satu sama lain, seperti halnya unsur-unsur yang ada dalam karya sastra dimana saling memiliki hubungan dan bersangkut pautan satu sama lain.

Sedangkan menurut Effendi, dkk. (2001:14) “apresiasi sastra diartikan sebagai kegiatan mengakrabi karya satra secara sungguh-sungguh, dimana prosesnya melalui tahap pengenalan, pemahaman, penghayatan, penikmatan,dan setelah itu upaya penerapan.”

Dari pendapat tersebut penulis mengungkapkan, bahwa tahapan mengenal adalah dengan prilaku yang sungguh-sungguh, pembaca, pendengar, atau penonton akan menemukan cirri-ciri umum yang tampak.  Apresiator yang telah merasakan kenikmatan dari karya sastra, memanfaatkan temuan tersebut dalam wujud nyata perubahan sikap dalam kehidupan hal ini terjadi karena apresiator merasakan memperoleh manfaat langsung dari bacaan tersebut. Kegiatan apresiasi satra, memiliki hubungan yang sangat erat dengan kegiatan analisis sastra. Karena pada sast kita menganalisis sebuah karya satra, dimana kegiatan menganalisis itu adalah kegiatan menguraikan karya sastra atas unsur-unsurnya, lalu diberi penjelasan melalui pemikiran yang diperoleh, kegiatan apresiasi sastra akan secara sadar menyelinginya, seperti yang sudah dijelaskan apresiasi sastra adalah sikap untuk mengakrabi sebuah karya sastra yang dilakukan dengan cara memahami setiap unsure yang terkandung dalam karya sastra, yang dipaparkan secara sistemasis dari kegiatan analisis sastra.

Dari pernyataan tersebut dapat ditekankan bahwa jika analisis sastra adalah buah piker tentang suatu unsur-unsur sebuah karya sastra dari kegiatan menganalisis, maka apresiasi satra lebih menonjolkan sesuatu yang berhubungan dengan sikap apresiator akibat dari unsur-unsur yang telah dianalisis, yang menimbulakan kesadaran akan nilai-nilai dalam karya sastra sehingga muncul penilaian terhadap karya sastra. Dalam penelitian ini, penulis memilih karya sastra novel untuk dianalisis dan diapresiasikan dalam pembelajaran di sekolah.
Berikut dijabarkan mengenai novel.

2.2 Pengertian Novel
Dalam sastra Indonesia, istilah novel seperti terdapat dalam pengertian yang sering dipergunakan dalam sastra inggrisdan Amerika sudah mulai di pakai secara berangsur-angsur. Hal yang lebih umum dipergunakan selama ini adalah roman.  Dalam tulisan istilah ini kedua istilah tersebut dipergunakan dalam pengertian yang sama.

Hasanuddin (2004:546) mengatakan , novel berasal dari istilah bahasa inggris novel dan prancis roman. Proses rekaan yang panjang dan menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun.

Kata novel berasal dari kata Latin novellus yang diturunkan pula dari kata noviesyang berarti “baru”. Dikatakan baru karena bila dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian.

Menurut E. Kosasih (2008:54) novel berasal dri bahasa itali, yaitu novellayang “berarti barang baru yang kecil”. Dalam perkembangannya, novel diartikan sebagai sebuah karya sastra dalam bentuk prosa. Novel adalah karya imajinatif yang mengisagkan sisi utuh problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh.

Kisah novel berawal dari kemunculan persoalan yang dialami oleh tokoh hingga tahapa penyelesaian.
Dalam The Amerika College Dictionary dapat kita jumpai keterangan bahwa “novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu yangb melukiskan para tokoh, gerak serta dengan adegan kehidupan nyata yang representative dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.” (1960 : 830).

Virginia Wolf mengatakan bahwa “ sebuah roman atau novel ialah terutama sekali sebuah eksplorasi atau suatu kronik penghidupan; merenungkan dan melukiskan dalam bentuk tertentu, pengaruh, ikatan, hasil, kehancuran, atau tercapainya gerak gerik manusia.” (Lubis, 1960 : ‘3310).

Menurut H.E. Batos “ sebuah roman, pelaku-pelaku mulai dengan waktu muda, mereka menjadi tua, mereka bergerak dari sebuah adegan ke sebuah adegan yang lain, dari suatu tempat ke tempat yang lain.” ( Lubis, 1960 : 30).

Dalam Ensiklopedia Indonesia terdapat keterangan yang mengatakan bahwa: “Roman, dulu artinya: buku yang ditulis dalam “bahasa Romana,” yakni bahasa sehari-hari misalnya da Prancis Kuno (Gallia), sebaliknya dari bahasa Latin, yakni bahasa Sarjana yang tidak di pahami oleh rakyat. Tak lama kemudian artinya berubah menjadi cerita, hikayat atau kisah tentang pengalaman kesatria.

Berdasarkan dari segi jumlah kata, maka biasanya suatu novel mengandung kata-kata yang berkisar antara 35.000 buah sampai tak terbatas jumlahnya. Dengan kata lain, jumlah minimum kata-katanya adalah 35.000 buah. Apabila kita perkirakan sehalaman kertas kuarto jumlah barisnya ke bawah 35 buah dan jumlah kata dalam satu baris 10 buah, maka jumlah kata dalam satu halaman adalah 35 x 10 = 350 buah.
Selanjutnya, dapat kita maklumi bahwa novel yang paling pendek itu harus terdiri minimal 100 halaman, dengan logika 35.000 : 350 = 100. Apabila kita andaikan pula kecepatan rata-rata orang membaca dalam satu menit 300 kata, maka waktu yang dipergunakan untuk membaca novel yang paling pendek adalah  ± 2 jam ; dengan perincian: 35.000 : (300 x 60) =35.000 :18.000 ± 2.

Berdasarkan uraian yang diberikan oleh Brooks dengan rekan-rekannya dalam buku AnPproach to Literature, dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa :
a.       Novel bergantung pada tokoh,
b.      Novel menyajikan lebih dari satu impresi,
c.       Novel menyajikan lebih dari satu efek, dan
d.      Novel menyajikan lebih dari satu emosi.
(Brooks [et al], 1952 : 28 – 30).

2.3 Jenis – Jenis Novel
Menurut Mochtar lubis, cerita roman itu ada bermacam-macam, antara lain;
a.       Roman avontur,
b.      Roman psikologis,
c.       Roman detektif,
d.      Roman social,
e.       Roman politik, dan
f.       Roman kolektif.
(Lubis, 1960 : 31 – 3).
Pembagian diatas berdasarkan genre atau jenisnya.berbeda sedikit dengan pembagian di atas yaitu pembagian yang terdapat dalam Ensiklopedia Indonesia, diantaranya:
a.       Roman social,
b.      Roman bersejarah,
c.       Roman tendens,
d.      Roman keluarga, dan
e.       Roman psikologis.
(jilid III N - Z : 1186)

Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel memiliki kesamaan persis dengan roman. Pada dasarnya memang roman dan novel sangat berkaitan hanya roman menceritakan kehidupan seseorang hingga akhir hayatnya tetapi jika novel ada juga yang tidak menceritakan kehidupannya hingga akhir hayatnya.
Berikut akan kita bicarakan satu persatu secara singkat. Keterangan berikut seluruhnya disarikan pada uraian. Mochtar Lubis dalam “Dasar-Dasar Mengarang Cerita Roman”;hanya istilah roman diganti dengan novel.

a.      Novel Avountur
A                     B                     C                                                    Z
*                      *                      *                       *                      *                     *
Gambar 1
Novel Avountur

Gambar di atas  adalah gambar bentuk novel avountur,yang di pusatkan pada seorang lakon atau hero utama. Pengalaman lakon mulai dari titk A, dan melalui pengalaman-pengalaman yang lain (titik-tik B,C,D dan seterusnya) hingga ketitik Z, yang merupakan akhir cerita. Titik itu biasanya dalam novel avountur yang romantic adalah heroine atau lakon wanita. Sering titik-titik B,C,D dan seterusnya itu merupakan rintangan-rintangan bagi lakon untuk mencapai tujuan, yaitu Z.
Garis cerita A …. Z adalah sebuah garis cerita yang kronologis, yaitu urutan waktu yang teratur, dengan titik B dating setelah titik A, titik C, titik B, titik D setelah C, dan seterusnya.

b.      Novel Psikologis

     *                       *                        *                           *
    *                        *                       *                           *                       *
Gambar 2
Novel Psikologis
Gambar di atas menunjukkan bentuk novel psikologis. Perhatian tidak ditujukan pada avontur yang berturut-turut terjadi (baik avontur lahir maupun rohani), tetapi lebih diutamakan pemeriksaan seluruhnya dari semua pikiran-pikiran para pelaku, yang dalam gambar di atas ditunjukkan oleh A,B,C,D,E, dan seterusnya.

c.       Novel Detektif
                                   
                                   


Gambar 3
Novel Detektif
Bentuk novel seperti gambar di atas biasanya terdapat dalam cerita novel detektif. Setiap anak panah merupakan sebuah clue atau tanda bukti, baik dalam rupa seorang pelaku maupun tanda-tanda lain, dan setiap manak panah ini  (kecuali yang sengaja dipergunakan untuk meragukan pikiran para pembaca), menunjukkan jalan mencapai penyelesaian cerita. Untuk membongkar rahasia kejahatan dalam novel detektif, tentu dibutuhkan bukti-buktu agar dapat menangkap si pembunuh, dan sebagainya.

d.      Novel Sosial dan Novel Politik
              A
              B
Gambar 4
Novel sosial dan politik
Gambar di atas adalah bentuk gambar novel social. Dalam novel social pelaku pria dan wanita tenggelam dalam masyarakat,  kelas, atau golongannya. Bentuk novel social yang paling sederhana dapat dilihat pada gambar di atas. A menunjukkan suatu kelas dalam masyarakat, misalnya kelas kaum buruh. B kmisalnya adalah kelas kaum majikan atau kaum kapitalis.

Kedua garis dari A dan B merupakan tenaga atau kepentingan masing-masing golongan yang pada suatu waktu akan bentrok, berbenturan, keributan, revolusi, dan sebagainya. Dalam novel ini ditinjau bukan dari sudut persoalan orang-orang sebagai individu, tetapi persoalan di tinjau melingkupi persoalan golongan.

e.       Novel Kolektif 
Rounded Rectangle: ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………. 




Gambar 5
Novel kolektif

Gambar di atas merupakan gambar bentuk novel yang biasa disebut novel kolektif. Inilaha bentuk novel yang paling sulit, seperti juga dalam novel social, maka dalam roman kolektif, individu sebagai pelaku tidak dipentingkan, tetapi hal ini lebih tajam lagi dalam novel kolektif.

Novel kolektif tidak terutama membawa “cerita”, tetapi lebih mengutamakan cerita masyarakat sebagai suatu totalitas, suatu keseluruhan. Novel seperti ini mencapuradukkan pandangan-pandangan antropologis dan sosiologis dengan cara mengarang novel atau roman.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel memiliki jenis-jenisnya yang dari masing-masing jenis tersebut memiliki arti sendiri-sendiri dari isi novel-novel tersebut. Kemudian novel juga memiliki bentuk-bentuk yang struktur bentuknya berbeda antara satu novel dengan novel-novel lainnya.

2.4 Ciri-Ciri Novel
Novel adalah salah satu karya fiksi berbentuk prosa.
Ciri-ciri novel antara lain:
 a) Ditulis dengan gaya narasi, yang terkadang dicampur deskripsi untuk menggambarkan suasana;
b) Bersifat realistis, artinya merupakan tanggapan pengarang terhadap situasi lingkungannya;
c) Bentuknya lebih panjang, biasanya lebih dari 10.000 kata; dan
d) Alur ceritanya cukup kompleks.arasi, yang terkadang dicampur deskripsi untuk menggambarkan suasana;

Ada pula yang mengatakan ciri-ciri novel sebagai berikut:
a.  Karya sastra berjenis narasi,kadang di dalamnya terdapat jenis karangan deskripsi untuk melukiskan suasana.
b. Berbentuk prosa
c. Bersifat realis,umumnya merupakan tanggapan pengarang terhadap lingkungan sosial budaya sekelilingnya.
d. Karya sastra yang berfungsi sebagai tempat menuangkan pikiran pengarang sebagai reaksinya atas keadaan sekitarnya.

2.5 Unsur-Unsur Novel
Novel adalah bentuk karya sastra yang memiliki dua unsur yaitu unsur intrinsik dan unsur  ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun sebuah novel yang di dalamnya terdapat tema, amanat, alur, latar atau setting, penokohan dan perwatakan, sudut pandang, bahasa dan gaya bahasa.

Adapun unsur ektrinsik pada novel adalah factor yang membangun novel dari luar yang berkaitan dengan isi novel tersebut. Unsur yang di maksud antara lain social, budaya, religi, pendidikan, agama.
2.5.1 Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik novel antara lain:
2.5.1.1 Tema
Menurut  E. Kosasih (2008:5) tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita. Tema cerita menyangkut semua persoalan, yaitu persoalan kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya. Selanjutnya M. Atar Semi (1988:42) tema merupakan tulisan atau karya fiksi. Kata tema juga seringkali disamakan dengan pengertian topik, padahal kedua istilah itu mengandung pengertian yang berbeda.


Stanton (2007:36-37) mengatakan tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ‘makna’ dalam pengalaman manusia sesuatu yang menjadikan pengalaman begitu diingat. Ada banyak cerita yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, penghiyanatan manusia terhadap dirinya sendiriatau bahkan usia tua.

Pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan tema dalam novel untuk mengetahui tema tersebut diperlukan apresiasi menyeluruh terhadap berbagai unsure karangan.
Tema-tema karya sastra banyak dipengaruhi oleh kehidupan zamannya. Tema juga jarang dituliskan secara tersurat oleh pengarangnya. Untuk dapat merumuskan tema cerita fiksi, seorang pembaca harus mengetahui unsure-unsur intrinsic yang dipakai oleh pengarang untuk mengembangkan cerita fiksinya.

2.5.1.2 Amanat
Amanat Hendy (1991:115) adalah pesan yang mendasari karya sastra yang ingin disampaikan pengarang kepada para pembaca atau pendengar.

Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam amanat terkandung suatu pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Suatu amanat dapat dikatakan bermutu apabila amanat tersebut berhasil mengutarakan kandungan yang terjalin dalam teks bacaan itu dan pembaca atau penikmat akan tertarik secara sadar.

2.5.1.3Alur
Alur atau plot adalah “struktur gerak yang dapat fiksi atau drama (Brooks, dalam Tarigan (1984:126). Istilah lain yang sama dengan alur atau plot ini adalah trap atau dramatik conflikt.

Pendapat di atas dapat disimpulkan dalam alur atau plot fiksi haruslah bergerak dari suatu permulaan (beginning) melalui suatu pertengahan (middle) menuju suatu akhir (ending). Dalam dunia sastra lebih dikenal sebagai eksposisi, komplikasi, dan resolusi (denaouement).

Jenis – jenis alur, yaitu :
a)      Alur maju, yaitu alur penceritaan rangkaian peristiwa dari peristiwa yang paling awal sampai yang paling akhir.
b)      Alur mundur, yaitu penceritaan rangkaian peristiwa yang paling akhir kemudian berbalik keperistiwa yang paling awal.

2.5.1.4 Latar/Setting
Secara singkat, latar adalah “latar belakang fisik, unsur tempat dan ruang, dalam suatu cerita (Brooks, dalam Tarigan (1984:136).

Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa latar cakupannya sangat luas sehingga latar dapat dikembangkan dengan melihat latar-latar yang terdapat dalam novel.
Latar juga merupakan cakupan yang mengenai keterangan tempat, ruang, suasana, dan kondisi-kondisi yang mendukung dalam sebuah novel.

2.5.1.5 Penokohan atau Perwatakan
Menurut Tarigan (1994:141) penokohan atau karakteristik adalah proses yang dipergunakan seseorang pengarang untuk menciptakan tokoh-tokoh fiksinya.

Pendapat di atas dapat dikatakan bahwa watak seorang tokoh dalam novel dapat dilihat dari ucapan-ucapannya. Seorang tokoh dapat diketahui usia, latar belakang sosial, moral, suasana kejiwaan, agama yang dianut, dan bahkan aliran politik dan idiologinya.
Penokohan dalam sebuah cerita fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan.
1.      berdasarkan tingkat peranan sebuah cerita, tokoh dapat dibedakan sebagai berikut.
a.       Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan pencerotaannya dalam cerita yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.
b.      Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama (Grimes dalam Andoyo, (2011:17).
2.      Berdasarkan fungsi penampilan tokoh, tokoh dapat dibedakan sebagai berikut.
a.       Tokoh protagonis adalah tokoh yang merupakan pengejwantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita (Altenbernd dalam Andoyo, (2011:17).
b.      Tokoh antagonis adalah tokoh penentang utama dari protagonis.
3.      Berdasarkan perwatakannya, tokoh dapat dibedakan sebagai berikut
a.       Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak tertentu saja. Ia tidak diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Sifat dan tingkah laku tokoh ini bersifat datar, monoton, dan hanya mencerminkan satu watak tertentu.
b.      Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian, dan jati dirinya. Ia dapat menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin bertentangan dan sulit diduga. (Andoyo, (2011:17-18).

2.5.1.6 Sudut Pandang atau Point of View
Sudut pandang atau poin of view adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita.
Posisi pengarang terdiri atas 2 macam, diantaranya:
1.      Berperan langsung sebagai orang pertama, sebagai tokoh yang terlihat dalam cerita yang diceritakannya.
2.      Hanya sebagai orang ketiga yang berperan sebagai pengamat.

2.5.1.7  Bahasa dan Gaya Bahasa
Bahasa novel dapat dibagi menjadi dua. Pertama, bahasa yang bersifat puitis. Funsinya untuk mendukung konteks makna atau untuk menimbulkan keindahan. Kedua, bahasa yang bersifat prosais. Artinya, menggunakan ungkapan sehari-hari dan cenderung tidak memperhatikan unsur puitis. (Andoyo, (2011:21). Sedangkan gaya bahasa adalah cara khas pengarang dalam menggunakan bahasa untuk menyampaikan pikiran dan perasaan. Dengan cara yang khas ini kalimat yang dihasilkan menjadi hidup. Oleh karena itu gaya bahasa dapat menimbulkan perasaan tertentu, dapat menimbulkan reaksi tertentu, dan dapat menimbulkan tanggapan pikiran pembaca. (Andoyo, (2011:19).

Pendapat di atas dapat dikatakan bahwa novel memiliki bahasa dan gaya bahasa yang khas sehingga novel banyak di sukai oleh pembacanya untuk mengetahui jalan cerita novel tersebut.

Bahasa adalah suatu sarana interaksi social; fungsi utamanya adalah komunikasi; korelasi psikologis sesuau bahasa adalah kompetensi atau kemampuan komunikasi; kemampuan melaksanakan interaksi social dengan bantuan bahasa. Misalnya, dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak dapat hidup tanpa orang lain. Seperti, di puskesmas seorang bidan menolong pasiennya dengan ikhlas walau terkadang tidak dipungut biaya berobat.

Aspek retoris lainnya dari peranan penulis cerita adalah penggunaan bahasa untuk menciptakan suatu nada atau suasana persuasive serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan-hubungan dan interaksi-interaksi antara sesame tokoh. Kemampuan sang penulis mempergunakan bahasa secara cermat dan tepat guna akan dapat menjelmakan suatu suasana yang berterus terang atau satiris, simpatik atau menjengkelkan, obyektif atau emosional bahasa dapat menimbulkan suasana yang tepat guna bagi  adegan yang seram, adegan cinta, atau pun peperangan, keputusan, maupun harapan.

Kegunaan lain dari bahasa adalah untuk menandai tema dan tokoh. Kalau kita sering menonton opera maka kita menyadari bahwa kerapkali  suatu ketegangan melodis mengiringi masuknya seorang tokoh tertentu ataupun membayangkan suatu peristiwa yang segera akan terjadi. Para penulis dapat memanfaatkan bahasa untuk menghasilkan efek music yang serupa itu dengan cara menyuruh seorang tokoh agak sering mengulang frasa yang ingin diperkenalkan. Dengan perkataan lain, sang tokoh diberi kesempatan mempergunakan gaya bahasa perulangan.keterampilan sang pengarang memanfaatkan bahasa untuk menciptakan nada dan suasana yang tepat sehingga dapat memukau para pembaca sangat penting. Berbagai gaya bahasa dapat dimanfatkan untuk mencapai tujuan karya sang pengarang.
2.5.2   Unsur Ekstrinsik
“Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra, yang ikut mewarnai karya sastra”. (Mariska, 1992 : 219). 
Unsur ekstrinsik yaitu unsur dari luar yang mendukung terbentuknya sebuah karya sastra. Unsur ekstrinsik tersebut diantaranya:
a)      Agama
b)      Sosial
c)      Budaya
d)     Politik
e)      Kemasyarakatan
f)       Jalan hidup
g)      Moral kemanusiaan














BAB III
METODOLOGI  PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian
Metode penelitian adalah suatu penelitian yang dikembangkan bersama-sama antara peneliti dan decition maker tentang variable-variabel yang dapat dimanipulasikan serta dapat digunakan untuk menentukan kebijakan dan pembangunan (Nasir, Moh (1999:94).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip angka, atau metode statistik. Pembicaraan yang sebenarnya, isyarat dan tindakan social lainnya untuk analisis kualitatif (Mulyana, Dedy (2003:150).

3.2 Sumber Data       

Sumber data penelitian ini penulis ambil dari sebuah novel yang berjudul“Padang Bulan” karya Andrea Hirata. Tebal 310 halaman, penerbit bentang. Diterbitkan pada Agustus 2011.





3.3 Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kepustakaan.Teknik kepustakaan adalah upaya yang dilakukan atau dilaksanakan untuk mencari dan mengumpulkan bahan-bahan teori yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dan dikembangkan oleh para ahli yang bersumber pada kepustakaan. Sumber data dalam penelitian ini diambil dari novel karya Andrea Hirata yang berjudul “padangbulan”, tahunterbit 2011, tebal novel 310 halaman, danpenerbitBentang.

3.4 Teknik Analisis Data                          
Teknik analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah:
1.      Membaca buku-buku tentang sastra yang berkaitan dengan mengapresiasikan sebuah novel dalam pembelajaran di sekolah yaitu terutama novel;
2.      Membuat synopsis cerita dari novel tersebut;
3.      Mencari dan menuliskan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel tersebut dengan mengutip bagian-bagian yang diperlukan;
4.      Menandai dialog-dialog pendukung yang mengandung nilai-nilai pendidikan;
5.      Menganalisis nilai-nilai pendidikan berdasarkan kutipan-kutipan  yang terdapat di dalam novel;
6.      Menemukan manfaat dan kegunaan dari kegiatan analisis nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada novel “Padang Bulan”,karya Andrea Hirata bagi pembelajaran di SMA.