BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
Sastra adalah suatu karangan yang indah
dan baik isinya, tanpa bahasa sastra tidak mungkin ada. Keindahan sastra
terletak dalam ungkapan bahasa yang menyenangkan. Sastra adalah ungkapan
pribadi yang membangkitkan pesona dengan bahasa sebagai medianya.
Menurut Vincil C. Coulter sastra adalah
suatu mode universal, karakteristik manusia dalam segala masa dan tahap
perkembangan. (Tarigan;1984:189). Kata sastra atau kesustraan dapat ditemui
dalam sejumlah pemakaian yang berbeda-beda. Hal ini menggambarkan bahwa sastra
itu kenyataannya bukanlah nama dari sesuatu yang sederhana, tetapi ia merupakan
satu istilah payung yang meliputi sejumlah kegiatan yang berbeda-beda, ia bisa
dihubungkan dengan suatu kegiatan penyimakan atau pembacaan naskah, pamphlet,
majalah atau buku. Dalam bidang pendidikan, kita tentu mengingat sastra sebagai
salah satu bidang studi yang berbeda dengan biologi, sejarah, atau olahraga.
Tetapi satu hal yang jelas yang tidak boleh kita lupakan adalah bahwa sastra
itu secara fundamental adalah sesuatu dimana kita terlibat sukarela atau
spontan, tidak soal apakah kita sebagai produsen atau konsumen, karena ia
bagian dari kehidupan manusai, berbicara dan memperjuangkan kepentingan hidup
manusia. Jadi sastra itu adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif
yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai
mediumnya.
Sebagai seni kreatif yang menggunakan
manusia dan segala macam segi kehidupannya maka ia tidak saja merupakan suatu
media untuk menyampaikan ide, teori, atau system berpikir, tetapi juga
merupakan media untuk menampung ide, teori, atau system berpikir manusia.
Kesusastraan adalah pengucapan atau tulisan yang tergolong kedalam jenis yang
kreatif-imajinatif dan berlainan dengan tulisan-tulisan dalam surat kabar yang
informative-persuasif. Kelebihan sastra sebagai karya kreatif terletak pada
unsure-unsur bahasa serta interaksi antara unsure-unsur tersebut dengan dunia
nyata yang berada di luar dirinya.
Bahasa yang dipakai dalam kesusastraan bukan saja berfungsi sebagai alat
komunikasi, tetapi lebih dari itu ia memberi makna yang lebih luas terhadap
komunikasi dan hubungan antar manusia.
Sastra sebagaimana halnya dengan karya
seni yang lain, hampir setiap zaman memegang peranan yang amat penting, karena
ia hampir selalu mengekspresikan nilai-nilai kemanusiaan, dan bukannya
formulasi mengenai nilai-nilai kemanusiaan seperti yang terdapat di dalam
filsafat atau agama. Karena sifatnya tidak normativ, sastra lebih mudah
berkomunikasi dan karena tidak normativ, nilai-nilai yang disampaikannya dapat
lebih fleksibel, baik isi maupun cara penyampaiannya.
Itulah kelebihan sastra dari karya-karya
sastra seni yang lain, dan karena itu pula tanggungjawab sastra seharusnya
lebih besar pula. Suatu tugas atau misi lain dari sastra adalah menjadikan
dirinya sebagai suatu tempat di mana nilai kemanusiaan mendapat tempat yang
sewajarnya, dipertahankan, dan disebarluaskan, terutama di tengah-tengah
kehidupan modern yang ditandai dengan menggebu-gebunya kemajuan sains dan
teknologi. Peranan yang lain adalah untuk meneruskan tradisi suatu bangsa
kepada masyarakat sezamannya dan kepada masyarakat yang akan datang, antara
lain berupa cara berpikir, kepercayaan, kebiasaan, pengalaman sejarah, rasa
keindahan, bahasa serta bentuk-bentuk kebudayaannya.
Berdasarkan hal di atas maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian nilai intrinsik dan ekstrinsik pada novel “Padang Bulan” karya Andera Hirata kaitannya dengan pembelajaran sastra di SMA,
karena di dalam novel tersebut terdapat kekuatan-kekuatan besar yang terkandung
dalam diri manusia sehingga kekuatan tersebut menjadikan diri seseorang tidak pantang untuk menyerah dalam menggapai
cita-citanya meskipun ia harus menerima kenyataan yang pahit secara
bertubi-tubi.
1.2 Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
dapat diidentifikasi masalah-masalah yang perlu diteliti sebagai berikut :
1.
Latar belakang
yang mendasari terciptanya novel padang
bulan karya Andrea Hirata
2.
Unsur intrinsik
dan ekstrinsik yang terdapat dalam novel padang bulan karya Andrea Hirata dan
kaitannya dengan pembelajaran sastra di SMA.
3.
Manfaat novel
padang bulan karya Andrea Hirata dapat dijadikan bahan ajar di sekolah guna
untuk memupuk minat siswa.
4.
Kemampuan
menganalisis unsure intrinsik dan ekstrinsik novel padang bulan karya Andrea Hirata.
4.3
Pembatasan
Masalah
Untuk memperoleh tingkat kecermatan yang
diharapkan maka penelitian ini dibatasi pada poin ke dua dalam identifikasi masalah
yaitu: unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Padang
Bulan karya Andrea Hirata kaitannya dengan pembelajaran sastra di SMA.
4.4
Perumusan
Masalah
Dari identifikasi dan pembatasanmasalah di atas,
penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimanakah unsur intrinsik dan
ekstrinsik novel Padang Bulankarya
Andrea Hirata dan kaitannya dengan pembelajaran sastra di SMA.
4.5
Tujuan
Dan Kegunaan Penelitian
4.5.1
Tujuan
Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan nilai intrinsik dan ekstrinsik novel Padang Bulan karya Andrea Hirata kaitannya dengan pembelajaran
sastra di SMA.
4.5.2
Kegunaan
Penelitian
1.
Memberikan alternatif bahan penunjang pembelajaran sastra (novel)
di SMA.
2.
Bahan tambahan
bagi guru bahasa dan sastra Indonesia yang akan mengajarkan nilai intrinsik dan
ekstrinsik novel Padang Bulan
terhadap siswanya.
3.
Bahan informasi
bagi peminat sastra terutama siswa SMA yang ingin mengetahui dan mengapresiasi
novel Padang Bulan karya Andrea
Hirata.
1.6
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang
lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Sifat
Penelitian
Penelitian
ini bersifat analisis.
2)
Unsur-unsur pada
novel yang meliputi tema, alur, latar/setting, penokohan dan perwatakan, gaya
bahasa.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pengertian Analisis
Sastra dan Apresiasi Sastra
Karya sastra sebagai salah satu karya
budaya merupakan tanggapan (respon) sastrawan terhadap lingkungannya. Kemudian
sastrawan mewujudkan secara estetis dalam bentuk tulisan yang memiliki nilai
keindahan. Oleh karena itu, kelahiran karya sastra selalu memiliki nilai guna
bagi masyarakat.
Kandungan nilai dalam suatu karya sastra
merupakan unsure yang esensial dari karya itu secara keseluruhan. Analisis yang
mendalam terhadap suatu karya sastra, bukan saja akan member pengertian tentang
latar budaya pengarangnya melainkan juga mengungkapkan ide-ide dan gagasan
sastrawannya dalam menanggapi situasi yang ada disekelilingnya.
Kegiatan analisis dan apresiasi sastra
pun menjadi bagian tidak terpisah dari pembelajaran bahasa dan sastra di
sekolah. Diungkapkan oleh Wiyatmi (2008:18) “analisis sastra adalah proses atau
perbuatan mengkaji, menyelidiki dan menelaah objek matrial yang bernama
sastra.” Berdasarkan pendapat tersebut, penulsi mengemukakan bahwa dalam kegiatan
analisis sebuah karya sastra dilakukan melalui kegiatan mempelajari lebih
mendalam mengenai karya satra dengan melakukan penyelidikan yang kemudian
menguji atau menelaah baik buruknya karya sastra tersebut.
“Analisis sastra juga diartikan sebagai upaya
untuk menguraikan karya satra atas unsure-unsurnya, untuk memahami pertalian
antar unsure-unsur tersebut dalam sastra.” (Sudjiman, 1990:6).
Berdasarkan pendapat di atas penulis
beranggapan bahwa kegiatan menguraikan asalah sebuah kegiatan menjabarkan,
memaparkan, melepaskan hubungan bagian-bagian dengan memberikan penjelasan
secara terperinci. Unsur-unsur dapat diartikan sebagai bagian yang paling kecil
dari sesuatu yang lebih besar dimana satu sama lainnya saling berkesinambungan.
Dalam karya sastra, unsur-unsurnya terbagi atas unsur intrinsik dan unsure
ekstrinsik. Unsur intrinsic adalah unsure yang membangun di dalam suatu karya
sastra yaitu meliputi, tema, amanat, alur atau plot, penkohan dan perwatakan,
latar atau setting, dialog, bahasa. Sedangkan unsur ekstrinsik yaitu
unsur-unsur yang berada di luar karya sastra akan tetapi secara tidak langsung
membangun pondasi sebuah karya sastra yaitu meliputi nilai pendidikan, social,
moral, agama, etika. Sedangkan pertalian dapat diartikan segala sesuatu yang
saling bersangkut pautan, dan berhubungan satu sama lain, seperti halnya
unsur-unsur yang ada dalam karya sastra dimana saling memiliki hubungan dan
bersangkut pautan satu sama lain.
Sedangkan menurut Effendi, dkk.
(2001:14) “apresiasi sastra diartikan sebagai kegiatan mengakrabi karya satra
secara sungguh-sungguh, dimana prosesnya melalui tahap pengenalan, pemahaman,
penghayatan, penikmatan,dan setelah itu upaya penerapan.”
Dari pendapat tersebut penulis
mengungkapkan, bahwa tahapan mengenal adalah dengan prilaku yang
sungguh-sungguh, pembaca, pendengar, atau penonton akan menemukan cirri-ciri
umum yang tampak. Apresiator yang telah
merasakan kenikmatan dari karya sastra, memanfaatkan temuan tersebut dalam wujud
nyata perubahan sikap dalam kehidupan hal ini terjadi karena apresiator
merasakan memperoleh manfaat langsung dari bacaan tersebut. Kegiatan apresiasi
satra, memiliki hubungan yang sangat erat dengan kegiatan analisis sastra.
Karena pada sast kita menganalisis sebuah karya satra, dimana kegiatan
menganalisis itu adalah kegiatan menguraikan karya sastra atas unsur-unsurnya,
lalu diberi penjelasan melalui pemikiran yang diperoleh, kegiatan apresiasi
sastra akan secara sadar menyelinginya, seperti yang sudah dijelaskan apresiasi
sastra adalah sikap untuk mengakrabi sebuah karya sastra yang dilakukan dengan
cara memahami setiap unsure yang terkandung dalam karya sastra, yang dipaparkan
secara sistemasis dari kegiatan analisis sastra.
Dari pernyataan tersebut dapat
ditekankan bahwa jika analisis sastra adalah buah piker tentang suatu
unsur-unsur sebuah karya sastra dari kegiatan menganalisis, maka apresiasi
satra lebih menonjolkan sesuatu yang berhubungan dengan sikap apresiator akibat
dari unsur-unsur yang telah dianalisis, yang menimbulakan kesadaran akan
nilai-nilai dalam karya sastra sehingga muncul penilaian terhadap karya sastra.
Dalam penelitian ini, penulis memilih karya sastra novel untuk dianalisis dan
diapresiasikan dalam pembelajaran di sekolah.
Berikut dijabarkan mengenai novel.
2.2 Pengertian Novel
Dalam sastra Indonesia, istilah novel
seperti terdapat dalam pengertian yang sering dipergunakan dalam sastra
inggrisdan Amerika sudah mulai di pakai secara berangsur-angsur. Hal yang lebih
umum dipergunakan selama ini adalah roman.
Dalam tulisan istilah ini kedua
istilah tersebut dipergunakan dalam pengertian yang sama.
Hasanuddin (2004:546) mengatakan , novel
berasal dari istilah bahasa inggris novel dan prancis roman. Proses rekaan yang
panjang dan menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan
latar secara tersusun.
Kata novel berasal dari kata Latin novellus yang diturunkan pula dari kata
noviesyang berarti “baru”. Dikatakan
baru karena bila dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi,
drama, dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian.
Menurut E. Kosasih (2008:54) novel
berasal dri bahasa itali, yaitu novellayang
“berarti barang baru yang kecil”. Dalam perkembangannya, novel diartikan
sebagai sebuah karya sastra dalam bentuk prosa. Novel adalah karya imajinatif
yang mengisagkan sisi utuh problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang
tokoh.
Kisah novel berawal dari kemunculan
persoalan yang dialami oleh tokoh hingga tahapa penyelesaian.
Dalam The Amerika College Dictionary dapat kita jumpai keterangan bahwa
“novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu yangb
melukiskan para tokoh, gerak serta dengan adegan kehidupan nyata yang
representative dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.”
(1960 : 830).
Virginia Wolf mengatakan bahwa “ sebuah
roman atau novel ialah terutama sekali sebuah eksplorasi atau suatu kronik
penghidupan; merenungkan dan melukiskan dalam bentuk tertentu, pengaruh,
ikatan, hasil, kehancuran, atau tercapainya gerak gerik manusia.” (Lubis, 1960
: ‘3310).
Menurut H.E. Batos “ sebuah roman,
pelaku-pelaku mulai dengan waktu muda, mereka menjadi tua, mereka bergerak dari
sebuah adegan ke sebuah adegan yang lain, dari suatu tempat ke tempat yang
lain.” ( Lubis, 1960 : 30).
Dalam Ensiklopedia Indonesia terdapat keterangan yang mengatakan bahwa:
“Roman, dulu artinya: buku yang ditulis dalam “bahasa Romana,” yakni bahasa
sehari-hari misalnya da Prancis Kuno (Gallia), sebaliknya dari bahasa Latin,
yakni bahasa Sarjana yang tidak di pahami oleh rakyat. Tak lama kemudian
artinya berubah menjadi cerita, hikayat atau kisah tentang pengalaman kesatria.
Berdasarkan dari segi jumlah kata, maka
biasanya suatu novel mengandung kata-kata yang berkisar antara 35.000 buah
sampai tak terbatas jumlahnya. Dengan kata lain, jumlah minimum kata-katanya
adalah 35.000 buah. Apabila kita perkirakan sehalaman kertas kuarto jumlah
barisnya ke bawah 35 buah dan jumlah kata dalam satu baris 10 buah, maka jumlah
kata dalam satu halaman adalah 35 x 10 = 350 buah.
Selanjutnya, dapat kita maklumi bahwa
novel yang paling pendek itu harus terdiri minimal 100 halaman, dengan logika
35.000 : 350 = 100. Apabila kita andaikan pula kecepatan rata-rata orang
membaca dalam satu menit 300 kata, maka waktu yang dipergunakan untuk membaca
novel yang paling pendek adalah ± 2 jam
; dengan perincian: 35.000 : (300 x 60) =35.000 :18.000 ± 2.
Berdasarkan uraian yang diberikan oleh
Brooks dengan rekan-rekannya dalam buku AnPproach
to Literature, dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa :
a.
Novel bergantung
pada tokoh,
b.
Novel menyajikan
lebih dari satu impresi,
c.
Novel menyajikan
lebih dari satu efek, dan
d.
Novel menyajikan
lebih dari satu emosi.
(Brooks [et al],
1952 : 28 – 30).
2.3
Jenis – Jenis Novel
Menurut Mochtar lubis, cerita roman itu
ada bermacam-macam, antara lain;
a.
Roman avontur,
b.
Roman
psikologis,
c.
Roman detektif,
d.
Roman social,
e.
Roman politik,
dan
f.
Roman kolektif.
(Lubis, 1960 :
31 – 3).
Pembagian diatas berdasarkan genre atau
jenisnya.berbeda sedikit dengan pembagian di atas yaitu pembagian yang terdapat
dalam Ensiklopedia Indonesia, diantaranya:
a.
Roman social,
b.
Roman
bersejarah,
c.
Roman tendens,
d.
Roman keluarga,
dan
e.
Roman
psikologis.
(jilid
III N - Z : 1186)
Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
novel memiliki kesamaan persis dengan roman. Pada dasarnya memang roman dan
novel sangat berkaitan hanya roman menceritakan kehidupan seseorang hingga
akhir hayatnya tetapi jika novel ada juga yang tidak menceritakan kehidupannya
hingga akhir hayatnya.
Berikut akan kita bicarakan satu persatu
secara singkat. Keterangan berikut seluruhnya disarikan pada uraian. Mochtar
Lubis dalam “Dasar-Dasar Mengarang Cerita Roman”;hanya istilah roman diganti
dengan novel.
a. Novel Avountur






Gambar 1
Novel Avountur
Gambar
di atas adalah gambar bentuk novel
avountur,yang di pusatkan pada seorang lakon atau hero utama. Pengalaman lakon
mulai dari titk A, dan melalui pengalaman-pengalaman yang lain (titik-tik B,C,D
dan seterusnya) hingga ketitik Z, yang merupakan akhir cerita. Titik itu biasanya
dalam novel avountur yang romantic adalah heroine atau lakon wanita. Sering
titik-titik B,C,D dan seterusnya itu merupakan rintangan-rintangan bagi lakon
untuk mencapai tujuan, yaitu Z.
Garis
cerita A …. Z adalah sebuah garis cerita yang kronologis, yaitu urutan waktu
yang teratur, dengan titik B dating setelah titik A, titik C, titik B, titik D
setelah C, dan seterusnya.
b.
Novel
Psikologis








* * * * *
Gambar 2
Novel
Psikologis
Gambar
di atas menunjukkan bentuk novel psikologis. Perhatian tidak ditujukan pada
avontur yang berturut-turut terjadi (baik avontur lahir maupun rohani), tetapi
lebih diutamakan pemeriksaan seluruhnya dari semua pikiran-pikiran para pelaku,
yang dalam gambar di atas ditunjukkan oleh A,B,C,D,E, dan seterusnya.
c.
Novel
Detektif









Gambar 3
Novel
Detektif
Bentuk
novel seperti gambar di atas biasanya terdapat dalam cerita novel detektif.
Setiap anak panah merupakan sebuah clue atau tanda bukti, baik dalam rupa
seorang pelaku maupun tanda-tanda lain, dan setiap manak panah ini (kecuali yang sengaja dipergunakan untuk
meragukan pikiran para pembaca), menunjukkan jalan mencapai penyelesaian
cerita. Untuk membongkar rahasia kejahatan dalam novel detektif, tentu
dibutuhkan bukti-buktu agar dapat menangkap si pembunuh, dan sebagainya.
d.
Novel
Sosial dan Novel Politik


Gambar 4
Novel
sosial dan politik
Gambar
di atas adalah bentuk gambar novel social. Dalam novel social pelaku pria dan
wanita tenggelam dalam masyarakat,
kelas, atau golongannya. Bentuk novel social yang paling sederhana dapat
dilihat pada gambar di atas. A menunjukkan suatu kelas dalam masyarakat,
misalnya kelas kaum buruh. B kmisalnya adalah kelas kaum majikan atau kaum
kapitalis.
Kedua
garis dari A dan B merupakan tenaga atau kepentingan masing-masing golongan
yang pada suatu waktu akan bentrok, berbenturan, keributan, revolusi, dan
sebagainya. Dalam novel ini ditinjau bukan dari sudut persoalan orang-orang
sebagai individu, tetapi persoalan di tinjau melingkupi persoalan golongan.
e.
Novel
Kolektif

Gambar 5
Novel kolektif
Gambar
di atas merupakan gambar bentuk novel yang biasa disebut novel kolektif.
Inilaha bentuk novel yang paling sulit, seperti juga dalam novel social, maka
dalam roman kolektif, individu sebagai pelaku tidak dipentingkan, tetapi hal
ini lebih tajam lagi dalam novel kolektif.
Novel
kolektif tidak terutama membawa “cerita”, tetapi lebih mengutamakan cerita
masyarakat sebagai suatu totalitas, suatu keseluruhan. Novel seperti ini
mencapuradukkan pandangan-pandangan antropologis dan sosiologis dengan cara
mengarang novel atau roman.
Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel memiliki jenis-jenisnya yang
dari masing-masing jenis tersebut memiliki arti sendiri-sendiri dari isi
novel-novel tersebut. Kemudian novel juga memiliki bentuk-bentuk yang struktur
bentuknya berbeda antara satu novel dengan novel-novel lainnya.
2.4 Ciri-Ciri Novel
Novel
adalah salah satu karya fiksi berbentuk prosa.
Ciri-ciri
novel antara lain:
a) Ditulis dengan gaya narasi, yang terkadang
dicampur deskripsi untuk menggambarkan suasana;
b)
Bersifat realistis, artinya merupakan tanggapan pengarang terhadap situasi
lingkungannya;
c)
Bentuknya lebih panjang, biasanya lebih dari 10.000 kata; dan
d) Alur
ceritanya cukup kompleks.arasi, yang terkadang dicampur deskripsi untuk
menggambarkan suasana;
Ada pula yang mengatakan ciri-ciri novel sebagai
berikut:
a. Karya sastra berjenis narasi,kadang di
dalamnya terdapat jenis karangan deskripsi untuk melukiskan suasana.
b. Berbentuk prosa
c. Bersifat realis,umumnya merupakan tanggapan
pengarang terhadap lingkungan sosial budaya sekelilingnya.
d. Karya sastra yang berfungsi sebagai tempat
menuangkan pikiran pengarang sebagai reaksinya atas keadaan sekitarnya.
2.5 Unsur-Unsur Novel
Novel
adalah bentuk karya sastra yang memiliki dua unsur yaitu unsur intrinsik dan
unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah
unsur yang membangun sebuah novel yang di dalamnya terdapat tema, amanat, alur,
latar atau setting, penokohan dan perwatakan, sudut pandang, bahasa dan gaya
bahasa.
Adapun
unsur ektrinsik pada novel adalah factor yang membangun novel dari luar yang
berkaitan dengan isi novel tersebut. Unsur yang di maksud antara lain social,
budaya, religi, pendidikan, agama.
2.5.1 Unsur Intrinsik
Unsur
intrinsik novel antara lain:
2.5.1.1 Tema
Menurut
E. Kosasih (2008:5) tema adalah gagasan
yang menjalin struktur isi cerita. Tema cerita menyangkut semua persoalan,
yaitu persoalan kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan
sebagainya. Selanjutnya M. Atar Semi (1988:42) tema merupakan tulisan atau
karya fiksi. Kata tema juga seringkali disamakan dengan pengertian topik,
padahal kedua istilah itu mengandung pengertian yang berbeda.
Stanton
(2007:36-37) mengatakan tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ‘makna’
dalam pengalaman manusia sesuatu yang menjadikan pengalaman begitu diingat. Ada
banyak cerita yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami
manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, penghiyanatan
manusia terhadap dirinya sendiriatau bahkan usia tua.
Pendapat-pendapat
di atas dapat dikatakan tema dalam novel untuk mengetahui tema tersebut
diperlukan apresiasi menyeluruh terhadap berbagai unsure karangan.
Tema-tema karya sastra banyak
dipengaruhi oleh kehidupan zamannya. Tema juga jarang dituliskan secara
tersurat oleh pengarangnya. Untuk dapat merumuskan tema cerita fiksi, seorang
pembaca harus mengetahui unsure-unsur intrinsic yang dipakai oleh pengarang
untuk mengembangkan cerita fiksinya.
2.5.1.2 Amanat
Amanat
Hendy (1991:115) adalah pesan yang mendasari karya sastra yang ingin
disampaikan pengarang kepada para pembaca atau pendengar.
Pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa dalam amanat terkandung suatu pandangan hidup
dan cita-cita pengarang. Suatu amanat dapat dikatakan bermutu apabila amanat
tersebut berhasil mengutarakan kandungan yang terjalin dalam teks bacaan itu
dan pembaca atau penikmat akan tertarik secara sadar.
2.5.1.3Alur
Alur
atau plot adalah “struktur gerak yang dapat fiksi atau drama (Brooks, dalam
Tarigan (1984:126). Istilah lain yang sama dengan alur atau plot ini adalah
trap atau dramatik conflikt.
Pendapat
di atas dapat disimpulkan dalam alur atau plot fiksi haruslah bergerak dari
suatu permulaan (beginning) melalui suatu pertengahan (middle) menuju suatu
akhir (ending). Dalam dunia sastra lebih dikenal sebagai eksposisi, komplikasi,
dan resolusi (denaouement).
Jenis
– jenis alur, yaitu :
a) Alur
maju, yaitu alur penceritaan rangkaian peristiwa dari peristiwa yang paling
awal sampai yang paling akhir.
b) Alur
mundur, yaitu penceritaan rangkaian peristiwa yang paling akhir kemudian
berbalik keperistiwa yang paling awal.
2.5.1.4 Latar/Setting
Secara
singkat, latar adalah “latar belakang fisik, unsur tempat dan ruang, dalam
suatu cerita (Brooks, dalam Tarigan (1984:136).
Pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa latar cakupannya sangat luas sehingga latar
dapat dikembangkan dengan melihat latar-latar yang terdapat dalam novel.
Latar
juga merupakan cakupan yang mengenai keterangan tempat, ruang, suasana, dan
kondisi-kondisi yang mendukung dalam sebuah novel.
2.5.1.5 Penokohan atau Perwatakan
Menurut
Tarigan (1994:141) penokohan atau karakteristik adalah proses yang dipergunakan
seseorang pengarang untuk menciptakan tokoh-tokoh fiksinya.
Pendapat
di atas dapat dikatakan bahwa watak seorang tokoh dalam novel dapat dilihat
dari ucapan-ucapannya. Seorang tokoh dapat diketahui usia, latar belakang
sosial, moral, suasana kejiwaan, agama yang dianut, dan bahkan aliran politik
dan idiologinya.
Penokohan
dalam sebuah cerita fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan
berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan.
1. berdasarkan
tingkat peranan sebuah cerita, tokoh dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Tokoh
utama adalah tokoh yang diutamakan pencerotaannya dalam cerita yang
bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai
pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.
b. Tokoh
bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita, tetapi
kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama
(Grimes dalam Andoyo, (2011:17).
2. Berdasarkan
fungsi penampilan tokoh, tokoh dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Tokoh
protagonis adalah tokoh yang merupakan pengejwantahan norma-norma, nilai-nilai
yang ideal bagi kita (Altenbernd dalam Andoyo, (2011:17).
b. Tokoh
antagonis adalah tokoh penentang utama dari protagonis.
3. Berdasarkan
perwatakannya, tokoh dapat dibedakan sebagai berikut
a. Tokoh
sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu
sifat watak tertentu saja. Ia tidak diungkapkan berbagai kemungkinan sisi
kehidupannya. Sifat dan tingkah laku tokoh ini bersifat datar, monoton, dan
hanya mencerminkan satu watak tertentu.
b. Tokoh
bulat adalah tokoh yang memiliki berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi
kepribadian, dan jati dirinya. Ia dapat menampilkan watak dan tingkah laku
bermacam-macam, bahkan mungkin bertentangan dan sulit diduga. (Andoyo,
(2011:17-18).
2.5.1.6 Sudut Pandang atau Point of
View
Sudut
pandang atau poin of view adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita.
Posisi
pengarang terdiri atas 2 macam, diantaranya:
1. Berperan
langsung sebagai orang pertama, sebagai tokoh yang terlihat dalam cerita yang
diceritakannya.
2. Hanya
sebagai orang ketiga yang berperan sebagai pengamat.
2.5.1.7
Bahasa
dan Gaya Bahasa
Bahasa
novel dapat dibagi menjadi dua. Pertama, bahasa yang bersifat puitis. Funsinya
untuk mendukung konteks makna atau untuk menimbulkan keindahan. Kedua, bahasa
yang bersifat prosais. Artinya, menggunakan ungkapan sehari-hari dan cenderung
tidak memperhatikan unsur puitis. (Andoyo, (2011:21). Sedangkan gaya bahasa
adalah cara khas pengarang dalam menggunakan bahasa untuk menyampaikan pikiran
dan perasaan. Dengan cara yang khas ini kalimat yang dihasilkan menjadi hidup.
Oleh karena itu gaya bahasa dapat menimbulkan perasaan tertentu, dapat
menimbulkan reaksi tertentu, dan dapat menimbulkan tanggapan pikiran pembaca.
(Andoyo, (2011:19).
Pendapat
di atas dapat dikatakan bahwa novel memiliki bahasa dan gaya bahasa yang khas
sehingga novel banyak di sukai oleh pembacanya untuk mengetahui jalan cerita
novel tersebut.
Bahasa adalah suatu sarana interaksi
social; fungsi utamanya adalah komunikasi; korelasi psikologis sesuau bahasa
adalah kompetensi atau kemampuan komunikasi; kemampuan melaksanakan interaksi
social dengan bantuan bahasa. Misalnya, dalam kehidupan sehari-hari seseorang
tidak dapat hidup tanpa orang lain. Seperti, di puskesmas seorang bidan
menolong pasiennya dengan ikhlas walau terkadang tidak dipungut biaya berobat.
Aspek retoris lainnya dari peranan
penulis cerita adalah penggunaan bahasa untuk menciptakan suatu nada atau
suasana persuasive serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan
hubungan-hubungan dan interaksi-interaksi antara sesame tokoh. Kemampuan sang
penulis mempergunakan bahasa secara cermat dan tepat guna akan dapat
menjelmakan suatu suasana yang berterus terang atau satiris, simpatik atau
menjengkelkan, obyektif atau emosional bahasa dapat menimbulkan suasana yang
tepat guna bagi adegan yang seram,
adegan cinta, atau pun peperangan, keputusan, maupun harapan.
Kegunaan lain dari bahasa adalah untuk menandai tema
dan tokoh. Kalau kita sering menonton opera maka kita menyadari bahwa
kerapkali suatu ketegangan melodis
mengiringi masuknya seorang tokoh tertentu ataupun membayangkan suatu peristiwa
yang segera akan terjadi. Para penulis dapat memanfaatkan bahasa untuk
menghasilkan efek music yang serupa itu dengan cara menyuruh seorang tokoh agak
sering mengulang frasa yang ingin diperkenalkan. Dengan perkataan lain, sang
tokoh diberi kesempatan mempergunakan gaya bahasa perulangan.keterampilan sang
pengarang memanfaatkan bahasa untuk menciptakan nada dan suasana yang tepat
sehingga dapat memukau para pembaca sangat penting. Berbagai gaya bahasa dapat
dimanfatkan untuk mencapai tujuan karya sang pengarang.
2.5.2
Unsur
Ekstrinsik
“Unsur ekstrinsik adalah unsur yang
berada di luar karya sastra, yang ikut mewarnai karya sastra”. (Mariska, 1992 :
219).
Unsur ekstrinsik yaitu unsur dari luar
yang mendukung terbentuknya sebuah karya sastra. Unsur ekstrinsik tersebut
diantaranya:
a) Agama
b) Sosial
c) Budaya
d) Politik
e) Kemasyarakatan
f) Jalan
hidup
g) Moral
kemanusiaan
BAB
III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodologi
Penelitian
Metode penelitian adalah suatu penelitian yang dikembangkan bersama-sama
antara peneliti dan decition maker tentang variable-variabel yang dapat dimanipulasikan
serta dapat digunakan untuk menentukan kebijakan dan pembangunan (Nasir, Moh
(1999:94).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan
metode kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang tidak mengandalkan bukti
berdasarkan logika matematis, prinsip angka, atau metode statistik. Pembicaraan
yang sebenarnya, isyarat dan tindakan social lainnya untuk analisis kualitatif
(Mulyana, Dedy (2003:150).
3.2
Sumber Data
Sumber data penelitian
ini penulis ambil dari sebuah novel yang berjudul“Padang Bulan” karya Andrea Hirata. Tebal 310 halaman, penerbit
bentang. Diterbitkan pada Agustus 2011.
3.3
Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kepustakaan.Teknik
kepustakaan adalah upaya yang dilakukan atau dilaksanakan untuk mencari dan
mengumpulkan bahan-bahan teori yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas
dan dikembangkan oleh para ahli yang bersumber pada kepustakaan. Sumber data
dalam penelitian ini diambil dari novel karya Andrea Hirata yang berjudul “padangbulan”, tahunterbit 2011, tebal
novel 310 halaman, danpenerbitBentang.
3.4
Teknik Analisis Data
Teknik
analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Membaca
buku-buku tentang sastra yang berkaitan dengan mengapresiasikan sebuah novel
dalam pembelajaran di sekolah yaitu terutama novel;
2. Membuat
synopsis cerita dari novel tersebut;
3. Mencari
dan menuliskan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel tersebut dengan
mengutip bagian-bagian yang diperlukan;
4. Menandai
dialog-dialog pendukung yang mengandung nilai-nilai pendidikan;
5. Menganalisis
nilai-nilai pendidikan berdasarkan kutipan-kutipan yang terdapat di dalam novel;
6. Menemukan
manfaat dan kegunaan dari kegiatan analisis nilai-nilai pendidikan yang
terdapat pada novel “Padang Bulan”,karya
Andrea Hirata bagi pembelajaran di SMA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar