Sinopsis Novel
"Padang Bulan"
Sinopsis Novel
Judul
Buku :
Padang Bulan
Pengarang :
Andrea Hirata
Penerbit :
Penerbit Bentang
Cetakan :
Pertama
Kota
Terbit :
Yogyakarta
Tahun
Terbit :
2010
Tebal :
260 Halaman
Sinopsis
Novel Padang Bulan karya Andrea Hirata
Adapun tokoh-tokoh yang terlibat dalam novel
Padang Bulan ini yaitu:
1. Syalimah berperan sebagai ibu Enong.
2. Zamzami berperan sebagai ayah Enong.
3. Enong merupakan anak dari Syalimah dan Zamzami
4. Sirun berperan sebagai teman Zamzami.
5. Ibu Guru Nizam yaitu Guru bahasa Inggris
Enong.
6. Nuri, Ilham, Nizam, Naila merupakan teman
Enong.
7. Moi Kiun yaitu pemilik kios cincin.
8. Liun Phok yaitu Suami Moi Kiun.
9. Detektif M. Nur yaitu seorang detektif swasta
10. A ling merupakan kekasih Ikal.
11. Ikal merupakan kekasih A ling
Awal cerita novel Padang Bulan karya Andrea
Hirata ini bermula dari kisah seorang perempuan yang bernama Syalimah yang
menceritakan pengalamannya saat pertama kali dekat dengan Zamzami, dimana
Zamzami adalah orang yang pertama dan terakhir yang memberikan ia sebuah
kejutan. Syalimah mendapatkan sebuah kejutan berupa sepeda baru Sim King made in RRC yang sudah ia
idam-idamkan sejak dulu. Zamzami yang sangat menyayangi istri, Syalimah
dan anaknya. Kecintaan Zamzami kepada Enong, anak perempuan sekaligus sulung,
digambarkan Andrea dengan upaya Zamzani membelikannya kamus Bahasa Inggris
Akan tetapi kebahagiaan Syalimah
tidak berlangsung lama. Kecelakaan tragis menimpa suaminya, Zamzami. Zamzami
tertimbun tanah. Syalimah terpaku di tempatnya berdiri. Nafasnya tercekat, ia
tidak bisa berbuat apa-apa. Syalimah berlari dan menggali tanah dengan
tangannya sambil tersedak-sedak memanggil-manggil suaminya. Keadaan semakin
sulit karena hujan turun. Tanah yang menimbun Zamzami berubah menjadi lumpur.
Galian demi galian terus dilakukan Syalimah, tiba-tiba Syalimah melihat tangan
dari Zamzami suaminya. Para penambang lainnya menarik tangan Zamzami, lelaki
kurus itu tampak seperti tak bertulang, Zamzami diam tak bergerak semuanya
telah terlambat. Akibat dari kejaian itulah Syalimah kehilangan tulang punggung
keluarga.
Akibatnya gadis kecilnya yang berusia 12
tahun, yang bernama Enong harus rela ia jadikan korban . Enong sangat gemar
pada pelajaran bahasa Inggris, namun terpaksa harus berhenti sekolah lantaran ayahnya meninggal, Enong terpaksa
harus berhenti dari bangku sekolah kelas 6 dan Enong harus mengambil alih seluruh
tanggung jawab keluarga. Kendati tidak meneruskan sekolah, namun
semangat Enong untuk menguasai Bahasa Inggris tetap kuat. Berbagai usaha telah
dilakukan Enong demi untuk memperoleh sebuah pekerjaaan. Enong sadar gadis
seusia dia sangat susah untuk memperoleh pekerjaan, karena Enong sama sekali
tidak memiliki keahlian. Jangankan keahlian untuk bekerja ijazah SD saja Enong
belum memperolehnya.
Syalimah, ibunda Enong dari kemarin telah menyiapkan keberangkatan
Enong ke Tanjung Pandan, tapi ia tak sanggup. Jika melihat tas yang akan dibawa
putrinya, air matanya berlinang. Satu-satunya yang ia bisa lakukan hanyalah
menyenangkan hati anaknya, dan itu mungkin ia lakukan jika ia sendiri tampak
kalah atas situasi yang menjepit mereka. Maka Syalimah selalu meyembunyikan
kesedihannya. Namun, pertahanan yang sesungguhnya rapuh itu runtuh hari ini
waktu ia melihat Enong menyimpan buku-buku sekolahnya di bawah dipan. Enong
menyimpan semua buku, kecuali Kamus Bahasa Inggris
Satu Milliar Kata hadiah dari ayahnya
dulu. Katanya ia akan membawa kamus itu kemana pun ia pergi. Tangis Syalimah
terhambur. Ia tersedu sedan dan memohon maaf pada putri kecilnya itu. Keesokan
harinya Syalimah dan putrinya Enong melintasi padang ilalang , meloncati parit
–parit kecil galian tambang, memotong jalan menuju jalur truk-truk timah yang
akan berangkat ke Pelabuhan Tanjung Pandan. Saat itu juga Enong berpisah dengan
Syalimah ibunya.
Enong langsung hilir mudik di pasar menawar-nawarkan diri untuk
bekerja apa saja. Namun tak semudah yang disangka. Juragan menyuruhnya pulang
dan kembali ke sekolah. Banyak yang mengusirnya dengan kasar. Ketika ditanya
ijazah, ia hanya bisa menjawab bahwa ia hampir tamat SD. Ia pun ditampik untuk
pekerjaan rumah tangga atau pabrik karena tampak sangat kurus dan lemah.
Penolakan demi penolakan ini ia alami berkali-kali selama berhari-hari. Enong
tak berkecil hati. Kejadian itu memberinya pelajaran yang berharga. Bukanya
sedih karena tak dipedulikan, ia malah senang sebab lain waktu ia tahu apa yang
harus dilakukan.
Akhirnya Enong memutuskan bekerja menjadi pendulang timah.
Pendulang timah perempuan pertama di dunia ini telah lahir.
Pekerjaan mendulang timah amat kasar. Berlipat-lipat lebih kasar dari
memarut kelapa, menyiangi kepiting, kerja di pabrik es, tukang cuci atau
sekadar menjaga toko. Pendulang timah dipanggil kuli mentah, artinya kuli yang
paling kuli. Jabatan di bawah mereka hanya kuda beban dan sapi
pembajak.pendulang berendam seharian di dalam air setinggi pinggang dan ditikam
langsung tajamnya sinar matahari. Berkubik tanah basah bercampur batu dan
kaolin sehingga sangat berat, harus dimuat ke dalam dulang, yang juga beratnya
tak kepalang. Sendi pinggang yang tak kuat dapat bergeser.
Radang sendi, wabah kaki gajah, penyakit kulit yang aneh karena
virus lumpur, paru-paru yang hancur karena selalu menahan dingin dengan
terus-menerus merokok, dan lantaran miskin, rokok yang dibeli adalah rokok
murah sekali yang tak karuan asal muasalnya. Namun putri kecil Syalimah itu
gembira bukan main mendapat pekerjaan baru sebagai pendulang timah karena
pekerjaan itu tak mengharuskannya memoles gincu, berbedak, berdandan, dan tak
perlu membuatnya berbaju berlapis-lapis dan memang karena ia memang tak punya
pilihan lain. Hal itu dilakukan Enong semata-mata hanya untuk keluarganya
tercinta.
Hari demi hari pasir menipu Enong. Jika ia merasa lelah, ia
membuka lagi kamus bahasa Inggris Satu Miliar kata pemberian ayahnya, Zamzami.
Disisi lain, lokasi tambang timah itu adalah tanah perebutan yang tak jarang
menimbulkan keributan, bahkan pertumpahan darah. Ini perkara sensitive. Jika
petani bergantung pada apa yang ditanam, penambang bergantung pada lahan yang
dikuasai. Perjuangan Enong membuahkan hasil. Perempuan kecil yang berusia 12
tahun itu akhirnya mampu mendapatkan timah. Antara kagum, malu, iri, mereka kesulitan memulang-mulangkan kata
meremehkan mereka pada Enong selama ini. Enong tak memikul timah sekarung
seperti pendulang pria lainnya. Timahnya hanya sekaleng susu kecil, tapi lebih
dari cukup membeli sepuluh kilogram beras.
Enong bangga tak terkira. Ia berhasil membeli beras untuk ibu dan
saudara-saudaranya.
Bersemangat setelah mendapat timah pertama, Enong semakin giat
bekerja. Ia tidak tahu, di pasar, dibalik gelapnya subuh, pria-pria bermata
jahat di tempat juru taksir itu telah bersiap membuntutinya. Mereka ingin mengintai lokasi Enong
mendapat timah. Siang itu, ketika tengah menggali tanah, Enong mendengar salak
anjing. Salak dari begitu banyak anjing. Ia berbalik dan terkejut melihat
beberapa orang pria berlari menyongsongnya dari pinggir hutan sambil
mengucung-acungkan parang, panah, dan senapan rakitan. Mereka berteriak-teriak
mengancam dan melepaskan tali yang mengekang leher belasan ekor anjing pemburu.
Enong sadar mungkin ia telah memasuki lahan orang. Ia maklum akan bahaya besar
baginya. Ia berlari menyelamatkan diri. Melihatnya kabur, orang-orang itu makin
bernafsu mengejarnya. Mereka mengokang senapan rakitan, menembaki dan
memanahnya. Enong pontang panting menerobos gulma. Ia panik mendengar letusan
senjata dan melihat anak-anak panah berdesing di dekatnya.
Salak anjing meraung-raung. Enong diburu seperti pelanduk. Ia
berlari sekuat tenaga karena takut diperkosa dan dibunuh. Ia tak memedulikan
kaki telanjangnya.yang berdarah karena duri dan pokok kayu yang tajam.
Malangnya, ia tak dapat berlari lebih jauh karena di depannya mengadang tebing yang curam. Di bawah tebing
itu mengakir sungai yang berjeram-jeram. Enong menoleh kebelakang,
anjing-anjing pemburu sudah dekat. Ia berlari menuju tebing dan tanpa ragu ia
meloncat. Tubuh kecilnya melayang, lalu berdentum dipermukaan sungai. Ia
tenggellam bak batu, tak muncul lagi.
Enong lolos dari orang-orang yang memburunya karena nekat terjun
dari tebing hulu sungai. Harapannya untuk selamat sangat kecil, namun dimakan
buaya, mati terbentur batu di dasar sungai, atau tewas tenggelam, jauh lebih
baik diperkosa dan dibunuh. Ditengah hutan itu, hukum tak berlaku, tak
seorangpun akan menolongnya. Kepalanya terhempas di dasar sungai. Ia pingsan.
Arus yang deras mengombang-ambingnya sekaligus membuatnya terlepas dari incaran
buaya. Ia terlonjak-lonjak menuju hilir. Ia masih bernafas. Ketika ia sadar ia
mendapati dirinya tersangkut di akar bakau. Rembulan kelam terpantul di atas
sungai yang keruh. Ia bangkit dengan susah payah, compang-camping. Kepalanya
terluka dan mengeluarkan darah. Ia terseok-seok meninggalkan muara.
Sungguh mengerikan apa yang telah ia alami. Beberapa hari Enong
tak berani keluar rumah. Ia tak pernah menceritakan kejadian itu kepada siapa
pun. Tidak juga pada ibunya. Sejak itu Enong tak bisa mendengar suara anjing
menggonggong. Jika mendengarnya, ia merinding ketakutan. Kejadia itu telah
membuat Enong trauma. Namun, di rumah itu ia dihadapkan pada pilihan yang amat
sulit. Ia berusaha melupakan kejadian yang menakutkan itu. Ia harus kembali
menambang karena ia, adik-adik, dan ibunya, sudah memasuki tahap terancam
kelaparan.
Suatu ketika, dalam perjalanan menuju ladang tambang, Enong
mendadak berhenti di muka Warung Kopi Bunga
Seroja. Enong tertegun
disamping sepedanya. Tubuhnya gemetar melihat wajah-wajah lelaki sangar yang
minggu lalu memburunya di hutan. Mereka mengelilingi seorang pria yang tampak
amat disegani. Ia paham bahwa lelaki-lelaki pemburunya itu adalah orang bayaran
pria itu. Dibenamkannya wajah pria itu ke dalam benaknya. Kemudian, setelah
sekian lama menatap wajah lelaki itu, Enong mendengar salakan belasan ekor
anjing yang ganas, memekakkan telinganya. Padahal, tak ada seekor pun anjing di
situ. Enong ketakutan dan menutup telingannya dengan tangan sehingga sepedanya
terjatuh. Pria itu tak menyadari bahwa Enong sedang berada di dekatnya, bahwa
saat itu mereka tersiap ke dalam pusaran nasib yang sama, dan ketika nanti
mereka berjumpa lagi, Enong yang teraniaya akan membatalkan pria kejam itu dari
ambisi terbesarnya.
Di sisi lain novel ini menceritakan tentang perjalanan cinta
antara Ikal dengan A Ling. Dalam kesendiriannya Ikal bergumam dalam hati. Bulan
Oktober tahun ini, dadaku hanya berdebar untuk tanggal 23 menunggu hujan
pertama, tapi juga untuk ayahku. Tak
pernah terbayangkan aku akan berada dalam situasi seperti ini aku memusuhi
ayahku sendiri. Genap sebulan kutinggalkan rumah. Kecewa pada ayah. Alasannya
sungguh “Absurd”; Cinta. Aku menumpang di rumah Mapangi,orang bersarung kawan
lamaku. Sering sepupu-sepupuku datang diutus Ayah untuk membujukku untuk pulang
kerumah.
Semuanya tentu akan berbeda andai saja ayah menerima A Ling.
Sekarang, saban hari aku menunggu Mualim Syahbana melayarkan perahunya. Akan
kubawa lari saja perempuan Tionghoa itu. Kubawa lari ke Jakarta. Meski itu
terang-terangan, seterang matahari di atas ubun-ubun, bahwa aku melawan ayahku
sendiri. Sungguh menyedihkan keadaan ini. Aku telah banyak mengalami peristiwa
buruk, namun permusuhan dengan ayah merupakan hal terburuk yang pernah terjadi
dalam hidup aku. Tak pernah, tak pernah meski hanya sekali sebelumnya menentang
ayah. Aku telah dibesarkan dengan cara bahwa memusuhi orangtua adalah sesuatu
yang tak mungkin terjadi. Apa yang kulakukan sekarang, seumpama burung ranggon
melawan angin. Dua hal yang diciptakan tidak saling bertentangan.
Berulang kali kusesali mengapa ayah musti berada di tengah
pilihan yang runyam ini. Mengapa ia yang tidak mengatakan tidak padaku,
mengatakan tidak untuk sesuatu yang paling kuinginkan. Sungguh jiwaku tidak
kuat jika harus memusuhi ayahku sendiri, namun kemungkinan lain yang tak dapat
kutanggungkan adalah jika aku harus kehilangan perempuan Tionghoa itu. Itu bak sendi pada buku-buku jemariku. Ia bak
arus dalam sungaiku. Aku tak sanggup, tak sanggup.
Ikal menyadari bahwa yang bisa membantunya adalah Detektif
M.Nur. segala usaha telah dilakukan oleh Ikal dan Detektif M. Nur untuk
mendapatkan A Ling namun tetap saja gagal. Sesuatu telah terjadi, detektif
M.Nur mengatakan kepada Ikal kalau A Ling sudah bertunangan dengan Zinar.
Namun, kebahagiaan Ikal hanya sementara, karena A Ling ternyata
telah dijodohkan dengan lelaki pemilik toko kelontong yang menjual gula dan
tembakau bernama Zinar. Lelaki yang secara fisik dan finansial lebih baik
dari Ikal memang berbeda kelas dengannya.
Insanity (kegilaan) dan misery (kesengsaraan) yang menjadi kata
kerja yang dialami Ikal karena patah hati ditinggalkan A Ling. Puncaknya, A
Ling datang ke rumah Ikal tepat saat ia sudah mengibarkan bendera putih kepada
Zinar dan berketetapan untuk pergi merantau mencari kerja di Jakarta. Terlebih
kedatangan A Ling adalah untuk memberikan undangan pernikahannya dengan Zinar.
Saat Ikal datang ke pernikahan A Ling dengan Zinar, ia menyelipkan secarik
puisi yang ia gubah sewaktu SD dulu saat perasaan aneh itu hinggap saat melihat
kuku-kuku cantik A Ling;
Komidi berputar pelan
Lampu-lampu dinyalakan
Komidi melingkar tenang
Hatiku terang
Terang benderang menandingi bulan
Entahlah, nampaknya Ikal memang berbakat alami sebagai penyair
puisi, selain puisi tersebut, Ikal pun secara spontan membantu Enong membuat
tugas menulis puisi dalam kursus Bahasa Inggrisnya berjudul Bulan di Atas Kota
Kecilku yang Ditinggalkan Zaman, yang dalam Bahasa Inggrisnya pun menurut saya
tetap bernuansa klise sekaligus lucu.
Novel Padang Bulan juga memperkenalkan Detektif M Nur dengan
hewan merpati kesayangannya bernama Jose Rizal sebagai salah satu tokoh baru
yang cukup dominan selain Enong. Lelaki yang dituliskan sebagai tetangga Ikal
ini memancing pertanyaan serupa dengan Arai dalam cerita Laskar Pelangi.
Kemana Detektif M Nur yang bernama Ichsanul Maimun bin Nurdin Mustamin berada
saat masa kecil Ikal bersama laskarnya?
Namun, hal itu tidaklah menjadi persoalan, selain karena
detektif melayu partikelir ini menjadi tokoh kunci pada novel lanjutannya di
Cinta di Dalam Gelas, ia pun memiliki karakteristik yang kuat sebagai
pendamping Ikal dalam dwilogi ini, lagi-lagi layaknya Arai dalam Sang Pemimpi
dan Edensor. Andrea pun menaruh satu sub bab tersendiri untuk mendukung latar
belakang detektif nyentrik ini;
Singkat cerita Dalam perjalanan hidupnya, Enong kemudian bertemu
dengan Ikal yang akhirnya bisa mengenalkan Enong dengan Ninochka Stronovky,
seorang grand master perempuan catur internasional
“Tokoh utama dalam novel Dwilogi Padang Bulan ini ada tiga orang
, yakni Enong, Ikal dan Ninochka Stronovky. Ninochka Stronovky merupakan grand
master catur sekaligus teman saya sendiri,” terangnya.
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar